77betsports

sisi4d - Dirjen Kebudayaan Buka

2024-10-06 22:02:59

sisi4d,sdy rabu nagasaon,sisi4d
JPNN.com » Ekonomi » Industri » Dirjen Kebudayaan Buka-bukaan soal Kunci Sukses Industri Film Berkelanjutan

Dirjen Kebudayaan Buka-bukaan soal Kunci Sukses Industri Film Berkelanjutan

Minggu, 16 Juni 2024 – 08:10 WIB Dirjen Kebudayaan Buka-bukaan soal Kunci Sukses Industri Film BerkelanjutanFacebook JPNN.comTwitter JPNN.comPinterest JPNN.comLinkedIn JPNN.comWhatsapp JPNN.comTelegram JPNN.comDirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menilai kondisi industri film di Indonesia saat ini menunjukan perkembangan yang signifikan. Foto: dok Kemendikbudristek

jpnn.com, JAKARTA - Kemendikbudristek RI mencatat 2023 menjadi titik puncak kebangkitan perfilman Indonesia, dengan pencapaian luar biasa berupa 50 judul film yang berhasil ditampilkan di 24 festival film internasional di 18 negara.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menilai kondisi industri film di Indonesia saat ini menunjukan perkembangan yang signifikan.

Perfilman Indonesia turut mengalami perubahan landskap kultural. Jika dulu film seringkali bercerita seputar urban dan ditonton hanya oleh kalangan urban, kini transformasi landskap kultural kian terjadi.

Baca Juga:
  • Anies Ingin JFW 2021 Bangkitkan Gairah Industri Film Tanah Air

Namun, Hilmar menilai untuk memaksimalkan potensi tersebut, sangat penting adanya kemampuan pengembangan terhadap aset kebudayaan agar perfilman di Indonesia bisa termanfaatkan dengan baik bahkan panjang umur.

Hal itu diungkapkan Hilmar saat diskusi bertajuk Industri Film & Pelestarian Budaya bersama publik dan sineas pada Kamis (13/6) di platform X.

Sebagai upaya awal, Hilmar menitikberatkan akan pentingnya kolaborasi bersama teman-teman kreatif dengan cara melihat kembali arsip dan mengembangkan kembali cerita-cerita tersebut.

Baca Juga:
  • Ye Bingchen, Bintang Kung Fu Austrlia Tembus Industri Film Hollywood

Menurutnya, dari 17 ribu pulau yang ada di Indonesia, kini telah hadir lingkaran-lingkaran baru akan perfilman rural di Indonesia. Tentu itu menjadi kekayaan yang luar biasa yang mampu merefleksikan pengalaman spesifik di masing-masing daerah.

"Salah satu kendala yang ada, meskipun sudah ada repositori cerita-cerita lokal, pengembangannya masih dirasa kurang karena kurangnya dokumentasi. Jika pengembangan suatu film tidak berjalan, maka susah bagi Intellectual Property (IP) bisa berkembang. Dengan terus mengembangkan IP dalam hal ini film sekaligus melakukan distribusi yang maksimal, bukan hal mustahil jika Indonesia mampu mendapat pasar yang luas,” jelas Hilmar.